Selasa, 22 Desember 2009

BUKAN NAMA YANG ISTIMEWA SEBAGAI JURAGAN BAKSO




Dia adalah seorang bocah yang lahir diantara kemelutnya kehidupan. miskin ilmu bahkan miskin ekonomi tak membuatnya patah asa. Dengan tekad dan motivasi ingin merubah kehidupan menjadi lebih baik, Pengkuh akrab disapa, berhasil menjadi seorang juragan bakso yang sukses di tanah perantauan.
Langit mendung, gelegar halilintar menyambar ria menghiasi langit kampung Sragen. Suara bising, hantaman tetes demi tetes air hujan sore hari di kampung yang miskin tawa ceria dan ramai tangis kaum miskin. Langit pun seakan ikut meneteskan air matanya melihat sejuknya udara yang dia ciptakan tidak ikut pula menyejukkan hati para kaum bersedih itu.
Sebuah awal harapan bagi dua insan Allah yang mendambakan karunia yang kelak akan menjadi nahkoda kapal yang mengarungi lautan kehidupan. Detik, menit, jam, hari, bulan, tahun, telah menjadi sebuah sejarah bagi keluarga parman dan waginem. Lahirnya seorang anak yang begitu mereka dambakan. Pengkuh mereka beri nama, dengan harapan kelak setelah besar akan menjadi orang yang kuat menghadapi segala cobaan kehidupan.
Masa kecil pengkuh tidak ada hal yang menonjol dalam dirinya, bahkan terkesan sering diremehkan oleh teman-teman sebayanya, baik saat bergaul dalam keseharian maupun dalam bidang akademiknya. Hal itu tidak lain disebabkan karena memang pengkuh tergolong dari keluarga yang tidak mampu, dan juga nilai akademiknya yang cenderung buruk.
Masa kecil pengkuh dilalui dengan penuh keprihatinan. Bahkan saat pendidikan pengkuh masih menginjak kelas 2 SLTP, pengkuh hampir sempat di DO alias dikeluarkan dari sekolah. Hal itu disebabkan karena perekonomian orang tuanya saat itu lemah, sehingga mereka merasa sudah tidak sanggup lagi menyekolahkan pengkuh, selain itu nilai akademik pengkuh yang tidak kunjung menunjukkan peningkatan. Disaat itulah kejiwaan pengkuh mulai tergoncang, antara putus sekolah atau tetap melanjutkan sampai jenjang sekolah tinggi seperti harapan orang tuanya. Beruntunglah ada seorang dermawan yang bernama Bp. Sarjono yang bersedia membiayai sekolah pengkuh sampai lulus SLTP, namun dengan syarat pengkuh harus bisa meraih peringkat.
Bagaikan ditampar diwajahnya, pengkuh tercengang kaget sekaligus bingung. Namun pada saat itulah dia mulai bertekat untuk belajar giat dalam meraih peringkat sebagai juara.
Ibarat tak kenal lelah dan lapar, pengkuh selalu menghabiskan waktu luangnya untuk belajar,  bahkan untuk anak seumuran pengkuh yang seharusnya masih suka bermain, tapi pengkuh tidak, dia memanfaatkan waktunya itu untuk belajar dan belajar.
Sungguh semangat yang luar biasa yang dimiliki oleh anak seumuran dia. Harapan keluarga, keinginan menjadi yang terbaik di sekolah, tanggung jawab kepada orang yang telah membiayainya yaitu Bp. Sarjono, dan harapan bisa melanjutkan di perguruan tinggi yang membuat semangat pengkuh tetap berkobar.
Alhamdullillah ya Allah......sebuah luapan emosional bahagia terdengar keras, menggema disetiap sudut ruangan sekolah. Sorotan mata yang berkaca-kaca  pada saat pengkuh benar-benar mendapatkan nilai yang luar biasa selama dia duduk di bangku SLTP, dan juga sebuah harapan baru bahwa pengkuh perfikiran bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Prestasi pengkuh pada semester terakhir semakin meningkat dari semester sebelumnya, yang pada waktu itu hanya mendapatkan peringkat 3 kelas, kali ini prestasi yang luar biasa lagi yang diperoleh pengkuh dari usaha kerasnya, pengkuh mendapat juara 2 umum. Sungguh hal yang membanggakan, tidak hanya bagi pengkuh namun orang yang begitu menyayangi diapun juga ikut bangga.
Pada dasarnya, sebuah prestasi dan keberhasilan itu bisa dimiliki siapa saja, asalkan mereka mempunyai keinginan kerja keras, sabar, semangat, dan komitmen, bukanlah suatu  hal yang mustahil keberhasilan akan bisa diraih oleh orang yang melakukannya.
Dan pada waktu pengumuman hasil UNAS. Pengkuh bersama Parman ayahnya pagi pukul 09.00 WIB, berangkat menuju sekolah, bahwa hari itu ada pengambilan hasil ujian apakah Pengkuh diinyatakan lulus atau tidak.
Saat diterimanya amplop putih di mana didalamnya terdapat secarik kertas, pengkuh pun  membukanya, sebuah ekspresi kaget yang diperlihatkan ayah pengkuh, karena tiba-tiba saja pengkuh loncat kepelukan ayahnya sambil meneteskan air mata  dan berkata dengan berteriak  “Ayah aku lulus” .
Sebuah sejarah yang akan terus teringat oleh seorang anak yang masih berumuran belasan tahun, dimana kerja keras untuk mendapatkan sebuah prestasi walaupun banyak faktor yang tidak  mendukung.
Setelah parman dan pengkuh mendapati surat pengumuman, mereka berdua langsung melakukan perjalanan pulang kerumah, di sana mereka berdua sudah ditunggu Bp Sarjono tak lain adalah orang yang membiayai sekolah Pengkuh
Sarjono      : Lek parman, saya minta maaf kalau kedatangan ini  mengganggu Panjenengan “sebuah sapaan panggilan hormat bagi orang jawa”. Begini saya terus terang kalau sekarang saya sudah tidak bisa membiayai sekolah Pengkuh, karena saya baru saja mendapat musibah, usaha saya bangkrut karena toko yang saya punyai ludes kebakaran dua hari yang lalu. Jadi saya juga minta maaf apabila hanya sampai tahap ini bisa memberi bantuan keluarga panjenengan.
Parman    : Justru saya yang seharusnya minta maaf kepada Bapak, karena mungkin dari keluarga kami tidak tahu entah bisa membalas budi bapak atau tidak, karena bapak juga tahu keadaan keluarga kami.
Selang dua bulan kemudian setelah lulus, pengkuh sudah berada ditanah perantauan Makasar Sulawesi Selatan, dengan  bersama tetangganya lek Sarno. Sebenarnya hati kecil Parman dan waginem tidak merelakan kalau anaknya yang masih berusia muda itu jauh dari pelukan mereka berdua. Sebuah keputusan yang begitu sulit yang harus diambil untuk melepaskan anak semata wayangnya untuk ikut merantau bersama orang yang kala itu menawari untuk ikut merantau tak lain lek sarno yang akrab disapa yang dulunya tetangga sekaligus teman akrab Parman ayah Pengkuh sebelum merantau ketanah Sulawesi. Dalam benak pengkuh waktu itu, bagaimana saya bisa membantu perekonomian kelurgaku dengan aku pergi ketanah rantau.
 Awalnya, Pengkuh masih membantu usaha lek sarno yang membawanya katanah yang begitu asing bagi pengkuh yang kala itu pertama kali baru jauh dari rumah. Usaha tidak terlalu besar, hanya warung jualan nasi dan mie gorengan serta minuman yang disediakan kalau-kalau pelanggan lek sarno kehausan sehabis makan. Keadaan itu berlangsung kurang lebih dua tahun, sampai pada akhirnya pengkuh mengambil keputusan untuk usaha jualan sendiri dengan modal yang dimilikinya selama dia membantu lek Sarno. Waktu itu yang ada difikiran Pengkuh adalah jualan bakso karena dirasa dia bisa.
Tahap awal yang dilakukan Pengkuh adalah bagaimana bisa mendapatkan gerobak untuk jualan, karena setelah dihitung-hitung uang yang dimilikinya belum cukup untuk membeli. Akhirnya pengkuh minta bantuan lek sarno untuk memodali usahanya, saat itu pengkuh minta dipinjami gerobak, dan kebetulan lek sarno punya satu yang dulunya juga dipakai jualan keliling sebelum tempat jualan lek sarno menetap.
Malam sebelum esok harinya berencana untuk jualan, Pengkuh belajar membuat bakso yang sebelumnya belum pernah sama sekali pengkuh tahu bagaimana cara membuatnya. Namun dengan keyakinan bahwa tidak ada suatu hal yang tidak bisa dikerjakan kalau seseorang mau berusaha. Dengan bermodal resep yang diberikan lek sarno, malam itu juga pengkuh membuat namanya makanan yang berbentuk bulat yang digemari sebagian besar kaum muda Makasar itu. Awalnya, pengkuh mencoba beberapa butir saja, apakah campuran bumbunya sudah pas takarannya. Setelah dicoba, menurut Pengkuh bahwa bakso buatannya sudah pas, Pengkuh mulai membuat bakso dalam jumlah yang tidak terlalu besar karena baru awal percobaan. Esok harinya, pengkuh mulai mengemasi barang apa saja yang sekiranya dibutuhkan waktu jualan itu.
Cuaca yang mulai mulai panas menyengat tanah Makasar kala mulai memasuki pukul 10.00 WITA. Pengkuh melihat kekanan dan kekiri sambil meneriakkan dagangannya ”Bakso..bakso..bakso” dan tanpa lelah pengkuh untuk melakukannya. Sampai pada akhirnya datang seorang anak kecil dengan digendong ibunya sambil menangis,
Pengkuh     : lho kok ade kecilnya menangis bu, emang kenapa? “Sapa ramah pengkuh kepada seorang ibu yang yang menggendong anaknya”
Sang Ibu     : Ini de dari tadi merengek terus ingin dibelikan bakso cak suryo, tapi ditunggu-tunggu dari tadi tidak datang-datang padahal biasanya jam segini sudah lewat depan rumah. ”jawab ibu sianak dengan nada sedikit menunjukkan kejengkelannya”
Pengkuh     : Dari pada si ade ini nangis terus bu, beli bakso saya bu! Gratis bu, itung-itung saya jualan perdana hari ini dan ibu adalah pembeli pertama saya. “rayu Pengkuh mencoba menawarkan baksonya agar Ibu beserta anaknya mau mencoba baksonya”
Sang Ibu     : Beneran gratis ini de? “tanya sang Ibu menunjukkan sedikit tidak kepercayaan”
Pengkuh     : benar bu, bahkan Ibu bisa bungkus sejumlah orang yang ada di rumah Ibu!
Sang Ibu     : Ya udah de, kalau gitu tolong Ibu dibungkuskan 5 ya?! “ayah, Ibu, 2 kakak si ade kecil dan si ade sendiri, genap5 orang yang ada di rumah Ibu tersebut”
Pengkuh     : OK bu. “nada dengan penuh kegembiraan serta tertuang harapan dan Do’a dalam hati Pengkuh jualan hari ini lancar”
                              Sehabis pengkuh melayani Ibu yang membawa anaknya yang terisak-isak ingin belikan bakso, Pengkuhpun melanjutkan perjalanannya untuk menjajakan baksonya. Bakso..bakso..bakso...sekali-kali pengkuh berkata bakso perdana, murah enak dan tak terlupakan, sambil berjalan tanpa lelah menyusuri kota Makasar dengan udara siang yang semakin panas dan berdebu. Setelah hari mulai gelap dan sampai saat itu belum ada yang beli bakso pengkuh selain Ibu yang menggendong anaknya sedang menangis. Akhirnya pengkuh pun memutuskan untuk kembali karena dirasa badan juga sudah kecapean. Pengkuh Pulang dengan melewati jalan yang sama seperti waktu berangkat.
 Dilain sisi, rumah Ibu yang mendapat gratisan bakso pengkuh siang harinya sedang ramai dipenuhi orang. Ibu tersebut kebetulan sedang dihalaman rumahnya sedang duduk-duduk sambil ngobrol begitu asiknya.
Ibu                : De.”seketika ibu itu memanggil pengkuh yang kebetulan lewat depan rumahnya”
Pengkuh        : Ya Bu ada apa?”jawab pengkuh dengan sedikit kaget karena pengkuh   sebelumya sambil ngelamun waktu mendorong gerobaknya
Ibu                : Apa baksonya masih de?
Pengkuh        : Masih banyak bu.
Ibu                : sini de belok dulu! Kira-kira untuk 20 orang masih cukup ga de?
Pengku          : “Pengkuh diam sejenak sambil menghitung jumlah bakso apakah cukup untuk orang sekian’ O ya bu masih cukup. “suara yang begitu menggambarkan sebuah kegembiran karena memang sebelumnya pembeli bakso pengkuh yang masih sepi. Dengan begitu cepat dan lincah pengkuh menyajikan mangkok per mangkok kepada setiap tamu Ibunya tadi.
Setelah beberapa saat dan orang-orang sudah selesai menyantap hidangan yang disajikan tangan terampil pengkuh, terdengar satu suaranya yang membuat hati pengkuh merasa sangat senang untuk kesekian kali saat pertama kali pengkuh, dan orang itu berkata.
Luter             : De kamu udah berapa lama jualan bakso?
Pengkuh        : Tidak pak, saya baru pertama kali ini dan tadi malam baru baru belajar buat baksonya.
Luter             : Tapi bener enak de bakso yang kamu buat, dan tak kira kamu sudah lumayan lama membuat bakso!
Pengkuh        : Ah Bapak bisa aja.
Luter             : Kamu mau De kerja di rumah makan saya? Dan kebetulan saya sedang mencari koki tambahan karena koki yang sekarang  kewalahan menghadapi permintaan karena pelanggan kami sudah lumayan bayak.
Pengkuh        : Apa saya bisa pak? Sementara pengalaman saya juga belum banyak?
Luter             : Saya ini sudah pengalaman De karena saya ini dulu juga jualan bakso seperti kamu sampai sekarang saya mempunyai rumah makan seperti sekarang, jadi saya tau orang yang bakat dan tidak.
Pengkuh        : Beneran ini pak? Bapak ga bercanda kan? Kalau gitu saya bisa mulai kerja untuk bapak mulai kapan?
Luter             : Kalau kamu benar-benar mau, besok kamu sudah bisa mulai kerja sama saya.
Mulai esokan harinya, pengkuh benar-benar menyetujui tawaran Luter untuk bekerja padanya. Perlu diketahui bahwa menu rumah makan Luter tidak hanya  bakso saja, melainkan berbagai menu disediakan disana, mulai masakan padang, coto makasar, nasi goreng sate pun ada. Meskipun umur pengkuh yang masih relatif muda dan pengalaman dalam membuat baksonya baru kemarin malam, tetapi Luter sebagai pemilik rumah makan yang mempunyai perhitungan kalau pengkuh adalah orang yang berbakat, Luter berani mempercayakan koki utama bagian Bakso pada pengkuh.
Setelah beberapa tahun kemudian dengan upah yang diberikan dan diimbangi hidup Pengkuh yang sederhana,  akhirnya pengkuh mempunyai tabungan yang cukup banyak pula. Disaat itu pula, pengkuh memutuskan mengundurkan diri dari rumah makan Luter dan berniat untuk membuka rumah makan sendiri khusus bakso. Sebenarnya dengan berat hati Luter melepaskan pengkuh, karena memang selama beberapa tahun ini pengkuh sudah banyak berjasa kepada Luter dalam mengembangkan rumah makan, terutama menu baksonya, namun akhirnya luter mengiklaskan pengkuh untuk keluar dari rumah makannya itu.
Setelah izin pengunduran dirinya, pengkuh kemudian berkeinginan membeli sebuah ruko yang bisa dipakai buat jualan dan letaknya yang juga strategis. Selang beberapa hari kemudian, pengkuh mendapati ruko sedang dijual dengan harga yang terjangkau dan letak yang lumayan strategis di samping terminal Makasar. Namun Pengkuh masih berhasil menurunkan harga ruko itu lagi dengan usahanya, walaupun sebelumnya sedikit ribet proses negoisasinya dengan alasan yang berfariatif.
 Dengan pengalaman yang sudah dia miliki dalam meracik bumbu bakso serta ilmu menegemen dan pemasaran yang dia dapat setelah sekian lama bekerja pada Luter, pengkuh memulai usahanya dengan begitu mudah. Hanya selang beberapa hari saja, pembeli sudah mulai berdatangan. Hari berganti hari usaha Pengkuh semakin ramai dikunjungi orang. Dalam jangka waktu satu tahun pengkuh sudah berhasil membuka cabang di Makasar dekat pelabuhan.
Dilain sisi, kabar dari mulut ke mulut yang dibawa oleh orang-orang jawa sesama perantau yang pulang ke kampung halaman, akhirnya kabar itu sampai ketelinga kedua orang tua pengkuh. Rasa haru, syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan ketabahan kepada pengkuh dan akhirnya menjadi orang yang sukses. Dan harapan dari Parman dan Waginem agar pengkuh tetap diberi kesehatan dan iman yang kuat Allah SWT.
Mengingat masa lalu saat awal pertama kali pengkuh meninggalkan tempat kelahiran tercintanya, dan tak lain untuk mengadu nasip di tanah rantau, tanah yang dulu asing baginya, dengan hanya bermodal tekat ingin  merubah perekonomian keluarganya yang kemudian membawa pengkuh menjadi orang yang sukses, orang yang kaya, orang yang mempunyai anak buah banyak.
Pada akhirnya, rasa rindu kepada kedua orang tua setelah sekian lama tidak bertemu dan tak terbendung, Pengkuh pun pulang kampung dengan membawa kebanggan kepada kedua orang tuanya sebagai juragan bakso yang sukses di tanah Makasar Sulawesi Selatan. Muksin saiful A


Tidak ada komentar:

Translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google